Selasa, 24 Januari 2012

SN Open Recruitment Generasi ke-11

Salam Lestari..........

Tahun 2012 ini SWARA Nightingale membuka Open Recruitment Generasi Ke-11.
Sebelumnya teman-teman musti tau "Misi Penting":
1. Pemantapan skill (Medis Praktis, Cinta Alam, SAR)
2. Pemantapan Manajemen Organisasi
3. Bantuan Tim Medis

Kawan mau....??? Kawan Bersedia.....????

Ayo Gabung menjadi anggota SWARA Nightingale.

Caranya:
1. Isi formulir*
2. Ikuti interview
3. Ikuti diklat (Pendidikan dan Latihan)

*Formulir dapat diambil di sekre
  Formulir dapat juga diambil melalui Ayu Rahmayuni NRA-105-SN-X-11 (A'10 Ganjil)

Tunggu informasi selanjutnya

admin: 089

MOUNTAINEERING

Swara Nightingale



¢JENIS-JENIS PENDAKIAN
1.   Hili walking/ feel walking yaitu mendaki bukit-bukit landai tanpa peralatan teknis pendakian
2.   Scrambling yaitu pendakian bertahap dan tidak begitu terjal
3.   Climbing yaitu perjalanan pendek dan tidak memakan waktu satu hari
  - rock climbing
  - snow and ice climbing
4.   Mountaineering yaitu gabungan dari semua bentuk pendakian

Persiapan pendakian
Faktor yang mempengaruhi pendakian:
¢Intern
  faktor yang berasal dari pendaki itu sendiri.
¢Ekstern
  faktor yang berasal dari luar diri pendaki atau berasal dari alam

Perencanaan pendakian:
¢Kenali diri dan kemampuan anda beserta anggota team dalam menghadapi medan.
¢Pelajari medan yang di tempuh.
¢Rencanakan rute pendakian seteliti mungkin, perkirkan tempat berhenti, istirahat dan berbivak.
¢Perkirakan waktu pendakian, menyangkut perbekalan dan perlengkapan.
¢Siapkan dan cek kembali perlengkapan pendakian.
PERSYARATAN MENJADI SEORANG PENDAKI GUNUNG
¢Sifat mental
¢Pengetahuan dan keterampilan
¢Kondisi fisik yang memadai
¢Etika
¢TEKNIK MENDAKI GUNUNG
¢Aklimatisasi
¢Teknik trekking
¢Face climbing
¢Friction/ slab climbing
¢Fissure climbing
  - jamming
  - chimneying
  - bridging
  - lay back

 ACUTE MOUNTAIN SICKNESS
¢Hypotermia
¢Hypoxia
¢Hypoxia yang disertai kelainan paru
¢Early mountain sickness
¢Pulmonary oedema
¢Cerebral oedema
!!! kondisi darurat
¢Dalam kasus cerebral dan pulmonary oedema
¢Jangan tunda untuk segera turun dalam kondisi apa pun, meskipun malam hari jika perlu.
¢Jangan tunggu helikopter penolong datang, segera turun
¢Pasien dapat turun dengan berjalan, digendong porter, atau naik yak
¢Pasien harus ditemani saat turun
¢Obat-obatan bukan sebagai pengganti untuk turun
¢ Pasien dengan AMS dipastikan tidak bisa mengambil keputusan yang benar, jadi harus dipaksa untuk turun, melawan kemauan pasien.

admin: 089

Senin, 23 Januari 2012

Perdarahan, Fraktur, dan Balutan

-->


I.       PERDARAHAN
a.      Definisi
Perdarahan adalah kehilangan akut volume peredaran darah. Walaupun dapat bervariasi, volume darah orang dewasa normal adalah 7-8 % dari berat badan. Volume darah pada anak-anak dihitung 8-9 % dari berat badan normal  (80-90 cc/Kg ).

b.     Klasifikasi
Perdarahan dapat dibedakan berdasarkan persentase kehilangan volume darah sebagai barikut :
1.      Perdarahan Klas I : Kehilangan Volume Darah Sampai 15 %
Gejala klinis yang ditunjukkan minimal. Bila tidak terjadi komplikasi akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan yang berarti dari tekanan darah, tekanan nadi dan pernafasan. Untuk penderita yang dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti. Perdarahan klas I ini dapat dicontohkan dengan seorang dewasa yang menyumbangkan darah sebanyak 500 cc.

2.      Perdarahan Klas II : Kehilangan Volume Darah 15-30 %
Pada seorang laki-laki 70 Kg, kehilangan volume darah ini berjumlah 750-1500 cc darah. Gejala klinis meliputi takikardi ( nadi > 100 pada orang dewasa ), takipnea, dan penurunan tekanan nadi. Tekanan sistolik hanya sedikit berubah pada syok yang dini karena itu penting untuk lebih mengandalkan evaluasi tekanan nadi daripada tekanan sistolik. Penemuan klinis lain meliputi perubahan sistem syaraf pusat yang tidak jelas seperti cemas, ketakutan atau sikap permusuhan. Walaupun kehilangan darah dan perubahan kardiovaskuler besar namun produksi urin hanya sedikit terpengaruh. Aliran urin biasanya 20-3- cc/jam pada orang dewasa. Kadang-kadang diperlukan transfusi darah, tetapi dapat distabilkan dengan larutan kristaloid pada mulanya.

3.      Perdarahan Klas III : Kehilangan Volume Darah 30-40 %
Akibat perdarahan sebanyak ini ( sekitar 2000 cc untuk orang dewasa ) dapat sangat berbahaya. Penderita hampir selalu menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak adekuat ( syok ) yaitu takikardi dan takipnea yang jelas,, perubahan penting dalam status mental, dan penurunan tekanan sistolik. Dalam keadaan yang tidak berkomplikasi, inilah jumlah darah paling kecil yang selalu menyebabkan tekanan darah sistolik menurun. Penderita kehilangan darah tingkat ini hampir selalu memerlukan transfusi darah. Keputusan untuk transfusi darah didasarkan atas respon penderita terhadap resusitasi cairan awal dan perfusi dan oksigenasi organ yang adekuat.

4.      Perdarahan Klas IV : Kehilangan Volume Darah Lebih Dari 40 %
Dengan kehilangan darah sebanyak ini, jiwa penderita terancam. Gejalanya meliputi takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistolik yang cukup besar dan tekanan nadi yang sempit ( atau tekanan diastolik yang tidak teratur ). Produksi urin hampir tidak ada, dan kesadaran yang jelas menurun. Kulit dingin dan pucat. Pasien seperti ini seringkali memerlukan transfusi yang cepat dan intervensi pembedahan segera. Keputusan untuk itu tetap didasarkan pada respon terhadap resusitasi cairan yang diberikan.
           
            Cidera jaringan lunak dan fraktur yang berat memberikan gangguan hemodinamis penderita cidera dengna 2 cara. Pertama, darah yang hilang ketempat cideranya, terutama pada tulang panjang. Fraktur tibia dan humerus dapat menyebabkan kehilangan darah sampai 750 cc. Fraktur femur dapat menyebabkan kehilangan darah sampai 1500 cc dan beberapa liter darah dapat terkumpul di hematoma retroperitoneal. Kedua, adalah perpindahan cairan terutama plasma ke ruang ekstravaskuler berakibat timbulnya edema jaringan akibat meningkatnya permeabilitas pembuluh darah.

c.       Penatalaksanaan
Diagnosis dan terapi harus dilaksanakan secara simultan. Untuk hampir semua penderita trauma, penanganan dilakukan seolah-olah penderita mengalami syok hipovolemik, kecuali ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan oleh suatu etiologi yang bukan hipolemik.

Prinsip dasar yang harus diperang adalah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.

1.      Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan jasmani diarahkan pada diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal  ( baseline recordings ) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan lebih rinci menyusul setelah keadaan penderita mengizinkan.

a). Jalan nafas dan pernafasan
      Pemeriksaan pertama adalah menjamin jalan nafas yang paten dengan cukupnya  pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberi tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95 %.

b). Sirkulasi – kontrol perdarahan
      Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses itravena yang cukup, menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan. Mungkin diperlukan tindakan bedah untuk menghentikan perdarahan internal.

c). Dissability – pemeriksaan neurologi
      Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata, respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini berguna untuk menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan neurologis dan meramalkan pemulihan.
  
d). Exposure – pemeriksaan lengkap
      Setelah selesai mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ujung kaki sebagai bagian dari mencari cidera. Bila menelanjangi pasien sangat penting mencegah hipotermia.

e). Dilatasi lambung – dekompresi
      Dilatasi lambung membuat terapi syok jadi sulit. Pada penderita tidak sadar dapat menimbulkan resiko aspirasi isi lambung. Ini merupakan komplikasi yang fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukkan pipa lambung ( NGT )

f). Kateterisasi urin
Kateterisasi kandung kemih memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan memantau produksi urin. \Perlu diingat bahwa adanya darah dalam uretra merupakan salah satu tanda yang menjadi kontraindikasi pemasangan kateter sebelum adanya konfirmasi radiologis akan adanya uretra yang utuh.

2.      Akses Pembuluh Darah
Harus segera dapat diakses ke sistem pembuluh darah. Paling baik pada penderita syok adalah dengan memasang dua jalur intravena ukuran besar. Tempat terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah. Kalau tidak memungkinkan pemasangan jalur perifer maka dapat dipertimbangkan akses pembuluh darah sentral.
Bila kateter intravena sudah terpasang diambil sampel darah untuk jenis dan crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai.

3.      Terapi Cairan Awal
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya kedalam ruang interstisial dan intraseluler. Cairan ringer laktat adalah cairan pilihan pertama. Dan Nacl fisiologis adalah pilihan kedua.

4.      Kontrol Sumber Perdarahan Eksternal
a). Kompresi digital dengan jari-jari tangan pada bagian proksimal arteri sedang dan kecil atau pada tempat yang luka yang letaknya pada ekstremitas atau organ lainnya.
b).  Bebat tekan aseptic pada tempat arteri yang terluka ( usahakan menghindari pemakaian torniket ) untuk pembuluh darah di ekstremitas.

Ada tiga buah larangan yang mesti diperhatikan :
  1. Membuang waktu sebelum koreksi defenitive untuk hanya melakukan kontrol perdarahan
  2. Mengevaluasi ekstremitas yang terkena jejas karena akan mengurangi ssirkulasi kolateral
  3. Memberi pemanas atau pendingin ekstremitas yang iskemik

Ligasi ( pengikatan ) pada arteri besar utama adalah jarang dibenarkan kecuali :
  1. Pada korban massal dimana keselamatan jiwa lebih diutamakan
  2. Terdapat kontraindikasi pada trauma yang berat untuk memperpanjang waktu operasi konstruksi
  3. Kerusakan jaringan lunak yang luas seperti pada amputasi

II.    FRAKTUR
Fraktur atau patah tulang merupakan keadaan terputusnya kontinuitas tulang, sebagian atau keseluruhan. Terdapat dua tipe patah tulang yang dikenal yaitu :
1.      Patah Tulang Tertutup
Kulit utuh dan tulang betapapun parahnya tidak terinfeksi. Pembengkakan dan memar meungkin tidak segera tampak.
2.      Patah Tulang Terbuka
Ujung tulang yang patah menonjol lewat kulit, atau ada luka dikulit yang bertalian dengan letak patah tulang. Patah tulang yang terbuka harus selalu ditandai terinfeksi. Komplikasi patah tulang jenis ini bila ujung-ujung yang patah atau pecahan tulang telah menyebabkan cidera pada bagian penting disampingnya seperti nadi, saraf atau organ.

Trauma terhadap sistem muskuloskeletal sering tampak dramatis, terlihat seolah-olah sangat berat, namun jarang menyebabkan kematian atau kehilangan anggota gerak. Namun demikian, trauma muskuloskeletal harus diperiksa dan ditangani dengan tepat dan memadai agar tidak membahayakan nyawa dan anggota gerak. Trauma ini harus dipelajari sehingga dapat mengenal adanya trauma muskuloskeletal dan memberikan pertolongan dengan tepat dan benar sehingga menghindarkan penderita dari kecacatan selanjutnya dan dapat melakukan tindakan untuk mencegah komplikasinya.

Orang yang berkompeten memberikan pertolongan haruslah mengenal trauma meuskuloskeletal dengan baik agar dapat memberikan pertolongan dengan benar sehingga meringankan penderitaan korban, bukan malah sebaliknya dengan pertolongan yang salah akan membahayakan jiwa korban dan menimbulkan kecacatan yang permanen.

Trauma muskuloskeletal yang berat dapat menunjukkan besarnya trauma yang diderita korban secara keseluruhan. Penderita dengan patah tulang pada beberapa tempat dilengan dan ditungkai dapat dicurigai menderita cidera internal.

Patah tulang pelvis yang tidak stabil dan patah tulang paha yang bergeser dapat menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah besar sehingga menimbulkan gangguan hemodinamik.

Trauma muskuloskeletal hendaknya jangan merubah urutan prioritas resusitasi ( ABCDE ), namun biasanya menyita perhatian. Untuk memperoleh hasil yang baik penderita ditangani secara menyeluruh termasuk trauma muskuloskeletal. Untuk mencegah terluputnya cidera yang tersembunyi maka selalu dilakukan reevaluasi secara terus-menerus.

A.          Primary Dan Secondary Survey  Dan Resusitasi
1.      Primary Survey Dan Resusitasi
Selama pemeriksaan awal dengan memperhatikan ABCDE, perdarahan harus diperiksa dan dihentikan. Kerusakan pada jaringan lunak dapat mengenai pembuluh darah besar dan menimbulkan darah yang banyak. Menghentikan perdarahan yang terbaik adalah dengan melakukan tekanan langsung.

Patah tulang panjang dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Fraktur pada kedua ujung tulang paha dapat menimbulkan kehilangan darah sampai 1500 cc sehingga dapat timbul syok. Dengan pemasangan bidai yang benar dapat menurunkan perdarahan yang nyata dengan mengurangi pergerakan dan meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar fraktur. Pada fraktur terbuka penggunaan balut tekan steril umumnya dapat menghentikan perdarahan. Pemberian cairan infus yang agresif, merupakan hal yang penting dilakukan disamping usaha menghindari perdarahan.


2.      Secondary Survey
a.      Anamnesa
1). Mekanisme trauma
      Informasi mengenai kejadian dapat diperoleh dari pengantar, penderita, keluarga, saksi mata dan lain-lain. Mekanisme trauma diperlukan untuk memperkirakan besarnya trauma dan mencari trauma lain yang mungkin ada.

2). Lingkungan
      Harus dicari informasi mengenai lingkungan tempat trauma terjadi sehingga didapatkan informasi mengenai adanya trauma lain seperti gas dan bahan beracun, dan kemungkinan kontaminasi dengan kuman.
 
3). Keadaan sebelum trauma dan faktor predisposisi
                           Perlu diketahui keadaan penderita sebelum kejadian, kelainan fisik, penggunaan obat dan alkohol, emosional dan penyakit lain, atau riwayat trauma sebelumnya.

b.      Pemeriksaan Fisik
Seluruh pakaian penderita harus dibuka agar dapat dilakukan pemeriksaan yang baik dan menyeluruh. Cidera ekstremitas yang nyata harus dibidai. Pemeriksaan cidera ekstremitas mempunyai 3 tujuan yaitu :
1). Menemukan masalah yang mengancam jiwa
2). Menemukan masalah yang mengancam ekstremitas
3). Pemeriksaan ulang secara sistematis menghindari cidera yang terluput

Empat komponen yang harus diperiksa yaitu :
1). Kulit yang melindungi dari kehilangan cairan dan infeksi
2). Fungsi neuromuskular
3). Keadaan sirkulasi
4). Integritas ligamen dan tulang
Cara pemeriksaan dengan :
1). Lihat dan tanya
2). Raba
3). Periksa sirkulasi
4). Foto rontgen
 
B.     Trauma Yang Mengancam Ekstremitas Dan Trauma Ekstremitas Yang Mengancam Nyawa
1.      Trauma Ekstremitas Yang Mengancam Nyawa
Trauma ekstremitas yang mengancam nyawa adalah :
a. Kerusakan pelvis berat dengan perdarahan
b. Perdarahan arteri besar
c. Crush syindrom

Trauma pelvis berat dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak karena robeknya pleksus vena di pelvis dan kadang-kadang sistem arterial. Bila perdarahan sangat banyak maka dapat timbul syok. Untuk pertolongannya adalah dengan resusitasi cairan dan penghentian perdarahan. Penghentian perdarahan kadang kala memerlukan alat PSAG ( pneumatic anti shock garment ).
Perdarahan besar arterial dapat disebabkan luka tusuk di ekstremitas, ataupun trauma tumpul yang menyebabkan patah tulang atau dislokasi yang merobek arteri didekatnya. Cidera ini dapat menimbulkan perdarahan besar pada luka terbuka atau perdarahan didalam jaringan lunak. Perdarahan yang besar dan tampak harus dilakukan penekanan langsung dan resusitasi cairan.

Crush syndrom adalah keadaan yang disebabkan oleh pelepasan zat berbahaya hasil kerusakan otot, yang bila tidak diatasi akan menyebabkan kegagalan ginjal. Pertolongannya adalah pemberian cairan intravena dan diuresis osmotik bila perlu.

2.      Trauma Yang Mengancam Ekstremitas
Trauma ekstremitas yang mungkin dapat menimbulkan kehilangan ekstremitas sehingga dapat menjadi cacat seumur hidup bila tidak ditangani secara benar adalah patah tulang dan trauma sendi, trauma vaskuler, sindroma kompartemen, dan trauma neurologi. Keadaan-keadaan diatas sering ditemukan namun jika tidak ditangani secara baik dapat menimbulkan kecacatan yang sebelumnya dapat dicegah.


C.     Imobilisasi
Tujuan imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstremitas yang cidera dalam posisi seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan pada tempat fraktur. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan tarikan untuk meluruskan dan mempertahankan dengan alat imobilisasi seperti bidai. Pemakaian bidai yang benar akan membantu menghentikan perdarahan, mengurangi nyeri dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut.

Dislokasi sendi umumnya perlu dibidai pada posisi saat ditemukan. Bantal atau gips dapat dipakai untuk mempertahankan posisi ekstremitas yang belum dilakukan reposisi.

Pemasangan bidai harus segera, namun tidak boleh mengganggu resusitasi yang merupakan prioritas utama. Memasang bidai pada trauma ekstremitas bila tidak disertai maslah ancaman nyawa dapat ditunda sampai secondary survey. Walaupun demikian cidera ini harus dibidai sebelum penderita dirujuk. Setelah bidai dipasang dan meluruskan fraktur harus selalu diperiksa status neurovaskuler.
  1. Fraktur Femur
   Untuk pertolongan pertama pada fraktur femur sementara dapat dipasang traction splint. Cara yang sederhana adalah dengan membidai dengan spalk atau dengan kaki yang sebelumnya.
  1. Trauma Lutut
Pemakaian bidai lutut atau long leg splint dapat memberikan kenyamanan dan stabilitas. Lutut tidak boleh dibidai dalam posisi lurus, akan tetapi difleksikan kurang lebih 10 derajat untuk menghindari tekanan pada struktur neurovaskuler.
  1. Fraktur Tibia
Untuk pertolongan sementara dapat dipasang bidai atau spalk sepanjang tungkai dengan melewati dua sendi.
  1. Fraktur Ankle
Fraktur ankle dapat dimobilisasi dengan bidai bantal atau karton dengan bantalan sehingga menghindari tekanan pada tulang yang menonjol.
  1. Lengan Dan Tangan
Tangan dibidai sementara dalam posisi anatomis fungsional dengan pergelangan tangan sedikit dorsofleksi dan jari-jari fleksi 45 derajat pada sendi metakarpophalangeal.
Lengan dan pergelangan tangan diimobilisasi datar pada bidai dengan bantalan.
Siku diimobilisasi pada posisi fleksi, memakai bidai dengan bantalan atau dengan sling.
Lengan atas diimobilisasi dengan sling dan bahu atau balutan Valipeu.

III. LUKA DAN BALUTAN
  1. Penanganan Luka
Perdarahan
Perdarahan ringan jarang memberi masalah yang serius, kecuali bila seseorang itu menderita gangguan perdarahan seperti hemofili. Perdarahan ringan selalu diakibatkan oleh rusaknya pembuluh darah kecil, seperti venula ( pembuluh balik kecil ) atau kapiler.
Merawat luka ringan :
1.      Cuci luka dan kulit disekitarnya sebersih-bersihnya dengan sabun dan air, segera setelah terjadi luka ringan, luka iris atau goresan.
2.      Singkirkan setiap benda asing dan debu dari dalam luka tersebut.
3.      Cucilah tangan dan kemudian guncang-guncang agar kering
4.      Seka kulit disekitar luka dengan suatu larutan antiseptik ( dengan mengecek petunjuk pada botol untuk penggunaan yang benar )
5.      Tempelkan pembalut steril atau plester
6.      Setelah itu luka dibersihkan dengan tuntas. Biarkan pembalut disitu sampai luka sembuh. Hanya dilepas jika longgar atau kotor.

Mengendalikan perdarahan :
1.      Tekan langsung pada luka, dengan menggunakan jari atau tangan
2.       Jika luka besar, tekan pinggirnya seolah mempersempit luka dengan lembut tetapi mantap
3.      Pikirkan apa yang dapat anda gunakan untuk menekan luka agar bisa mengendalikan perdarahan dengan lebih efektif. Sapu tangan bersih yang dilipat sering ideal.
4.      Jika perdarahan terjadi pada anggota badan, angkatlah anggota badan itu. Periksa dengan hati-hati apakah ada tulang retak atau patah pada anggota badan.
5.      Tekanan langsung dapat mengendalikan perdarahan dan taruh pembalut yang steril atau bersih pada luka, menutupi luka itu seluruhnya.
6.      Pasang bantalan yang menutupi daerah luka. Tekan cukup kuat.
7.      Perban bantalan itu dengan kencang

Mimisan
Hidung mempunyai banyak pembuluh darah, yang terletak dekat dengan permukaan dalam dari dinding rongga hidung. Pembuluh darah ini mudah bocor jika terciderai oleh kekuatan luar atau jika hidung itu terpukul terlalu kuat. Mimisan jarang yang serius.
Penanganan mimisan :
1.      Pijat cuping hidung tepat dibawah tulang hidung dengan kuat menggunakan ibu jari dan telunjuk, segera setelah mimisan terdeteksi.
2.      Korban harus didudukkan dengan kepala miring kedepan diatas penampung
3.      Tekanan pada pembuluh darah yang bocor harus dipertahankan sekurang-kurangnya 10 menit, dan korban tidak boleh menengadahkan kepalanya.
4.      Lepaskan pijitan secara bertahap
5.      Dengan kepala masih miring kedepan, seka dengan hati-hati daerah sekitar hidung dengan pembalut atau penyeka yang bersih yang telah direndam dalam air hangat.

  1. Balutan
Balutan harus cukup besar untuk menutupi luka dan masih bersisa sekitar 2,5 cm disekitar luka. Jika mungkin balutan harus steril sehingga tidak ada bakteri yang masuk kedalam area luka. Juga balutan terbuat dari bahan yang memungkinkan keringat menguap. Jika keringat terkumpul, balutan akan menjadi basah dan akan menciptakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan bakteri.
Fungsi balutan :
1.      Untuk melindungi luka
2.      Untuk mengendalikan perdarahan dan membantu agar perdarahan berhenti
3.      Untuk menyerap setiap cairan yang keluar dari luka
4.      Untuk mencegah infeksi

Aturan memasang balutan :
1.      Tangan harus dicuci bersih 
2.      Luka dan kulit disekitar luka harus dibersihkan, asal luka itu tidak terlalu besar dan perdarahan telah dapat dikendalikan
3.      Gunakan bantalan kapas ekstra yang diikat kuat dengan perban untuk menutupi pembalut lapangan
Gantilah pembalut yang bergeser dari daerah luka kedaerah yang tidak luka, dan ganti dengan pembalut baru. Untuk mencegah infeksi , Selalu taruh pembalut langsung pada luka

admin: 089